Ulama Kharismatik Kalimantan bagian 1



  
 KH. M.Zaini bin Abdul Ghani 
Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bergelar Al Alimul Allamah Al Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy Qutb As Syeekh Al Mukarram Maulana (biasa dipanggil Abah Guru Sekumpul atau Tuan Guru Ijai) (lahir di Dalam Pagar, 11 Februari 1942 – meninggal di Martapura, 10 Agustus 2005 pada umur 63 tahun) adalah Ulama Banjar yang sangat kharismatik dan populer di Kalimantan, khususnya Martapura dan Banjarmasin.
Ia dilahirkan pada malam Rabu 27 Muharram 1361 Hijriyah atau bertepatan pada tanggal 11 Februari 1942 di desa Dalam Pagar (sekarang masuk ke dalam kcamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar) dari pasangan suami-istri Abdul Ghani bin H. Abdul Manaf dengan Hj. Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Abdul Ghani merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama H Rahmah. Ketika masih kanak-kanak, ia dipanggil Qusyairi. Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.

Beliau dilahirkan pada malam Rabu 27 Muharram 1361 Hijriyah atau bertepatan pada tanggal 11 Februari 1942 di desa Dalam Pagar Martapura dari pasangan suami-istri Abdul Ghani bin H. Abdul Manaf dengan Hj. Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Abdul Ghani merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama H Rahmah. Ketika masih kanak-kanak, beliau dipanggil Qusyairi.

Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.

Diantara guru-guru Guru Sekumpul yaitu al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. Selain itu, KH. Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. KH. Salman Jalil ini pada masa tuanru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang ia contohkan kepada generasi sekarang agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keistimewaan Qusyairi adalah dia sudah hafal Al-Qur'an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun.

Pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2005 pukul 05.10 pagi, Guru Sekumpul menghembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediamannya sekaligus komplek pengajian, Sekumpul Martapura. Guru Sekumpul meninggal karena komplikasi akibat gagal ginjal. Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul. 

Syekh Muhammad Arsyad bin Abbdullah Al-Banjari (Datu Kalampayan)Yang disebut Datu Kalampayan tidak lain adalah maulana syekh Muhammad Arsyad bin Abbdullah Al-Banjari.lahir 15 shafar 1122 h bertepatan dengan 19 Maret 1710 M di LOk Gabang,dan wafat di Dalam Pagar 6 syawaal 1227 H bertepatan dengan 13 Oktober 1812 h dalam usia 105 tahun dan dimakamkan dikampung tersebut,yaitu desa Kalampayan ( sekitar 56 km dari Banjarmasin).


Maulana syekh Muhammad Arsyad adalah seorang ulama yang sangant berpengaruh dan mempunyai peran penting dalam sejarah pengembangan siar agana Islam,khususnya di bumi Kalimantan .Seorang yang sangat gigih mempertahankan dan mengembangkan faham Ahlus Sunah Wal jama'ah dengan faham Asy'ariah untuk Ilmu Tauhid,dan Mazhab Imam syafi'i untuk bidang Ilmu fiqih.Beliu juga seorang mufti (penasehat agama) pada Kesultanan Banjar,dan juga seorang penulis yang produktif.

Maulana syekh Muhammad Arsyad ketika kecilnya bernama ja'far,adalah anak tertua dari lima bersaudara hasil perkawinan Abdullah dengan siti aminah.Adapun anak Abdullah dengan Siti Aminah adalah:

1. haji Muhammad Arsyad
2. Haji Zainal Abidin
3. Abidin
4. Diang Panangah
5. Normin

Sejak kecil, tepatnya paa umur sekitar 7 tahun Muhammad Arsyad kecil sudah fasih dalam membaca Al-Quran.Bakat tulis-menulis juga sudah mulai nampak terlihat padanya dikala itu.Karenanya beliau dipelihara dan dikumpulkan oleh sultan bersama dengan anak-anak dan cucu-cucu keluarga kerajaan

Karena bakat dan kepandaian beliau dalam mempelajari ilmu agama,maka menjelang usia 30 tahun Muhammad Arsyad diberangkatkan ketanah suci Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dengan biaya sultan (kerajaan),karena sultan berharap dengan ilmu yang diperolehnya ditanah suci itu kelak akan dapat membimbing dan mengajarkan kepada rakyat Banjar dan sekitarnya dalam hal ke agamaan (Islam)

Di tanah Suci Mekkah dan Madinah beliau belajar kepada para ulama yang terkenal, antara lain:

1. Syekh Athaillah bin Ahmab Al-Mihsri Al-Azhar
2. Sekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi.Madinah.(pengarang kitab Hawasyil
madaniyyah)
3. Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammany Al-Madany,dalam bidang
tasawuf yang akhirnya mendapatkan Ijazah dengan kedudukan Khalifah
(wakil).
4. Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im Ad-Damanhuri.
5. Syekh Sayyid Abul Faydi Muhammad Murtadha' Az-Zabidi
6. Syekh Hasan bin Ahmad 'Akisy Al-Yamani
7. Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashr.
8. Syehk Shiddiq bin Umar Khan.
9. Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi
10. Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al-Maghrabi.
11. Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal.
12. Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fathani.
13. Syekh Abdul Ghani bin Syekh Muhammad Hilal.
14. Syekh 'Abid As-Shindi.
15. Syekh Abdul Wahab Ath-thanthawi.
16. Syekh Maulana Sayyid Abdurrrahman Mirghani.
17. Syekh Muhammad bin Ahmad Al-jawahir.
18. Syekh Muhammad Zayn bin Faqih Jalaludin Aceh.

Ketika di Mekkah beliau berkenalan dan bersahabat dengan penuntut-penuntut setengah air,antara lain: Abdul Wahhab Bugis dari Makasar,Abdus Samad dari Palembang (pengarang kitab Siyarus Salikin dan Hidayatus Salikin) dan Abdur Rahman Masri dari Betawi (jawi).Konon di Mekkah itu pula sempat berkenalan dan sekaligus berguru kepada Datu Sanggul (Abdus Samad),yang pada akhirnya beliu diberi kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barencong oleh Datu Sanggul.

Setelah lebih 30 tahun belajar ditanah suci beliau akhirnya dapat menguasai keahlian diberbagai bidangilmu agama seperti:ilmu fiqih,ilmu tasawuf,usul fiqih,cabang -cabang bahasa Arab seperti: nahwu,sharaf,balaghah dan lain-lain,serta ilmu falak (astronomi) dan ilmu umum seperti politik serta pemerintahan . Selesai mempelajari yang disebut diatas beliau pulang ketanah air bersama kawan-kawannya.

Sebenarnya beliau dan kawan - kawan tidak ingin pulang ketanah air tetapi ingin melanjutkan belajar di Mesir,namun maksud tersebut terpaksa dibatalkan karena Syekh sulaiman Al-kurdi menyatakan bahwa ilmu mereka sudah dalam dan luas,lebih penting pulang ketanah air untuk memberi pelajaran dan membimbing masyarakat didaerah masing-masing.

akhirnya mereka menuruti nasehat guru mereka itu.Setiba ditanah betawi (Jakarta) Muhammad Arsyad dan kawan-kawan disambut oleh para ulama dan orang banyak dengan gembira. Selama 60 hari berada di betawi (jakarta),beliau berkunjung kebeberapa mesjid.Berikut beberapa karamah (keahlian)yang beliau miliki,beliau dapat membetulkan arah kiblat mesjid yang kurang tepat.mesjid yang beliau perbaiki arahkiblatnya adalah mesjid Jembatan Lima,Mesjid Luar Batang, dan Mesjid Pekojan.

Selanjutnyabeliau menuju banjar masin dengan menumpang kapal Belanda. Sampai ditengah laut jawa.kapten kapal bertanya. "ya Tuan haji besar! berapakah kedalaman laut jawa ini?" kata kapten kapal.(Haji Bear adalah gelar kehormatan bagi tuan guru yang menuntut ilmu di tanah Suci Mekkka). Sebelum menjawab beliau memandangi air laut jawa tersebut,kemudian beliau berkata "200 meter"jawab syekh Muhammad Arsyad.

Kapten kapal tersebut tidak langsung percya dengan jawaban Syekh Muhammad Arsyad itu,kemudian dia mengambil meteran panjang dan mengukur kedalaman air laut tersebut.Setelah diukur ternyata kedalaman air laut tersebut tepat 200 meter,sedikitpun tidak kurang atau lebih, Kapten kapal Belanda itu menggelengkan kepala mendengar jawaban Syekh Muhammad Arsyad. "tuan Haji Besar, asnda orang hebat !" puji kapten kapal..'Dari warna airnya,bila air laut berwarna putih kebiruan kedalamannya 200 meter,seperti laut jawa ini bila kebiru-biruan maka kedalamannya mencapai 2000 meter,dan bila berwarna biru kedalamannya mencapai 2000 meter lebih' jawab Syekh Muhammad Arsyad dengan mantap."Tuan ,Betul".kata kapten kapal belanda itu kagum akan kecerdasan dan ilmu yang dimiliki beliau.

Pada bulan Ramadhan 1186 h. (1773 M.) sampailah beliau ditanah Banjar. Kedatangan beliau disambut meriah oleh kerajaan beserta seluruh masyarakat.

Supaya Syekh Muhammad Arsyad leluasa mengembangkan ilmu yang telah diperolehnya ,oleh sultan Tahmiddulah II beliau diberi sebidang tanah belukar diluar kota Martapura ,tepat di tepi sungai menuju Banjarmasin.tanah belukar itu dijadikan perkampungan tempat tinggal dan ditempat itu pula beliau dapat mengajarkan ilmu-ilmu yang yang telah didapatnya dengan membuka pengajian-pengajian. Disamping mengajar beliau juga seorang pengarang yang produktif,beliau mengarang kitab-kitab agama untuk bahan pelajaran bagi para penuntut ilmu, seperti:
1. Sabillal Muhtadin. Berisi tentang fiqih.
2. Risalah ushuluddin. Kitab tauhid bahasa melayu tulisan arab.
Ditulis pada tahun 1188 H.
3. Tuhfatur Raghibin.Berisi tentang tauhid.ditulis pada tahun 1188 H.
4. Kanzul Ma'rifah.Berisi tentang ilmu tasawuf.
5. Luqthatul'Ajilan.Kitab khusus membahas fiqih tentang perempuan
6. Kitab Faraid.Berisi tentang tata cara pembagian waris.
7. Al-Qawlul Mukhatashar.Berisi tentang Imam Mahdi.
Ditulis pad tahun 1196 H.
8. Kitab ilmu falak.Berisi tentang astronomi.
9. Fatwa Sulayman Kurdi. Berisi tentang fatwa-fatwa guru beliau sulayman kurdi
10. Kitabun Nikah. Berisi tentang tata cara perkawinan dalam syariat islam.

Selain itu ada pula karya tulisan beliau dalam ukuran besar dan AL_QUR'AN
tulisantangan beliau dalam ukuran besar dan dengan khath yang sangat indah di Museum nasional Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Kitab - kitab beliau tersebut sampai sekarang masih dijadikan bahan kajian dan pelajaan ,bahkan sebagai bahan pegangan dalam melaksanakan ibadat,terutama kitab Sabilal Muhtadin.Kitab Sabilal Muhtadin ini tersiar luas di Asia Tenggara bahkan sampai ke Mekkah dan Mesir , dan ini merupakan salah satu karamah ( kemulian ) beliau.

maulan Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari mempunyai 11 (sebelas) orang istri,dan mempunyai 30 (tiga puluh ) orang anak,istri-istri beliau adalah:

1. Tuan Bajut.
2. Tuan Bidur.
3. Tuan Lipur.
4. Tuan Guwat.
5. Tuan ratu Aminah.
6. Tuan Gandar Manik.
7. Tuan Palung.
8. Tuan Turiah.
9. Tuan Daiy.
10. Tuan markidah.
11.Tuan Liyuh.

Karamah (Kemulian) beliau adalah makam beliau yang sampai sekarang sangat ramai diziarahi orang.Dengan ziarahnya orang-orang yang datang dari segala penjuru Kalimantan dan Luar Kalimantan,mereka membagi - bagikan hadiah pada penduduk Kalampayan yang ada disekitar makam itu.Hal ini adalah nikmat dan rizeki bagi masyarakat sekitar makam beliau,dengan kata lain,walau beliau sudah lama meninggal dunia, beliau masih dapat membantu penduduk kampung sekitar makam beliau. 
  K.H Ahmad Bakrie






















K.H Ahmad Bakrie atau biasa dikenal Guru Bakrie (lahir di Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tahun 1956 – meninggal di Banjarmasin, 1 Februari 2013 pada umur 57 tahun) adalah salah satu ulama berpengaruh di Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Ia adalah pendiri Pendiri Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin Gambut. Selain dikenal sebagai ulama kharismatik ia juga dikenal sebagai tokoh organisasi seperti NU dam PKB.
Ia meninggal pada hari Jumat, 1 Februari 2013 di RSUD Ulin, Banjarmasin pada pukul 21:35 WITA.[1] Pemakamannya dihadiri ribuan pelayat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Ia dimakamkan di komplek pemakaman Pondok Pesantren Al Musyidul Amin Gambut.[2]
 























 K. H. MUHAMMAD BACHIET 
Nama lengkapnya K.H. Muhammad Bakhiet atau biasa dipanggil Guru Bakhiet. Ia dilahirkan tanggal 01 Januari 1966 di Telaga Air Mata (Kampung Arab) sebuah nama perkampungan yang ada dikabupaten Hulu Sungai Tengah. Ayahnya adalah Haji Ahmad Mugni atau sebutan popolernya di masyarakat dengan nama Haji Amat Nagara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan). K.H. Muhammad Bakhiet mempunyai seorang istri yang bernama Hj. Sakdiah dan tiga orang anak. Secara geneologi ia merupakan keturunan kelima dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang silsilah nasabnya, yaitu Muhammad Bakhiet – Ahmad Mugni – Ismail – Muhammad Thehir – Syihabuddin. Suasana kehidupan religius sudah sangat kental semasa hidupnya, baik ketika masih kecil hingga dewasa. Hal itu karena lingkungan keluarganya maupun lingkungan pergaulannya sehari-hari sangat memberikan warna terhadap karakter kepribadiannya yang religius. Ia amat dekat dengan ayahnya yang juga seorang ulama populer di zamannya, khususnya di wilayah Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Dari ayahnya inilah ia sangat banyak mengambil ilmu, khususnya ilmu bathin, dan orang tuanya sekaligus sebagai gurunya. Latar belakang pendidikan beliau adalah di tahap pendidikan formal beliau hanya sampai kelas IV Sekolah Dasar Negeri pada tahun 1976. Selebihnya beliau lebih banyak menimba ilmu pada pendidikan non formal, yaitu mulai dari pendidikan dari kedua orang tuanya, khususnya dari ayahnya yang seorang ulama. Beliau pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibnu Amin (Pamangkih) pada tahun 1977 kurang lebih selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1980 menjadi santri Pondok Pesantren Darussalam (Martapura) kurang lebih enam bulan. Daris situ kemudian pindah ke Darussalamah kurang lebih satu setengah tahun. Setelah sekian lama di Martapura, kemudian beliau kembali ke Barabai dan berguru dengan orang tua beliau sendiri dan berguru dengan para ulama yang ada disekitarnya. Dalam memperdalam ilmu agama banyak ia ambil dari para ulama terkemuka. Guru-guru beliau antara lain adalah orang tua beliau i sendiri yaitu Tuan Guru Haji Ahmad Mugni, dari sini sangat banyak ilmu yang diperoleh khususnya berkenaan dengan ilmu bathin (ilmu tasawuf). Ilmu fiqih secara khusus berguru dengan H. Abdul Wahab (Kampung Qadli Barabai). Ilmu bahasa Arab khususnya ilmu Nahwu ditimbanya dari H. Hasan dan H. Saleh (Barabai). Sedangkan berkenaan dengan ilmu falak beliau pelajari dari K.H. Mahfuz (almarhum) seorang tokoh Pendiri Pondik Pesantren Pamangkih. K.H. Muhammad Bakhiet dimata masyarakat dinilai memiliki sifat-sifat terpuji dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan dalam serta memiliki daya tarik tersendiri. Oleh karena itu belia menjadi pelita umat, khususnya di wilayah Hulu Sungai. Pengajiannya dihadri oleh puluhan ribu orang yang datang dari berbagai pelosok. Disamping sebagai ulama. K.H Muhammad Bakhiet juga seorang guru Tarikat Alawiyah. Berkenaan dengan dengan Tarikat Alawiyah ini secara histeris beliau pada tahun 1993 oleh orang tuanya. Guru Bakhiet dikirim ke Surabaya (Bangil). Disinilah ia mengaji dan mengambil Tarikat Alawiyah dari Habib Zein Al Abidin Ahmad Alaydrus. Kurang lebih satu tahun bergelut dalam dunia Tarikat Alawiyah dengan syarat para jamaah yang mengikutinya tidak kurang dari 40 orang. Waktu itu ada sejumlah nama yang aktif malah menjadi murid utama beliau, diantaranya adalah Abdul Karim, Abdurrahim, Abdul Aziz, Abdushomat, Abdul Muin, Ahmad Mugeni, Ahmad Said, Ahmad Nor, Ali Mawardi, Baihaqi, Fahrurrazi, H. Abdussalam, H. Alfian Hidayat, H. Darussalam, Zunaidi HA, Mahdi Jauhari, Muhammad Arsyad, Muhammad Ahyad, Muhammad Farid Wajidi, dan lain-lain. Tarikat Alawiyah sangat maju pesat perkembangannya yang pengikutnya hingga kini mencapai puluhan ribu orang. Pada mulanya pengajian tarikat Alawiyah bertempat di Pondok Pesantren Hidayaturrahman Barabai. Ditempat ini pengajian berlangsung kurang lebih 40 minggu atau 40 kali pertemuan. Namun setiap kali pertemuan pesertanya semakin bertambah. Bertambahnya jumlah jamaah maka beliau pindah lagi ke pondok pesantren Rahmatullah Ummah. Dari sinilah nantinya menjadi pondok pesantren Nurul Muhibbin yang sekarang cukup terkenal itu. Di lokasi pengajian yang baru ini dapat menampung jamaah lebih banyak yang menurut masyarakat setiap kali pengajian tidak kurang dari puluhan ribu orang yang datang ketempat ini. Sekarang nama lengkapnya adalah Pondok Pesantren Nurul Muhibbin yang beralamat di Jln. M. Ramli No. 89 Barabai Darat. Sarana prasarananya cukup memadai, yaitu area yang cukup luas, yakni pondok pesantren dan mushalla, lapangan yang lumayan luas dan tempat parkir. Majelis Taklim Nurul Muhibbin sekarang ini telah membidangi lembaga-lembaga khusus, yaitu : Pondok Pesantren, Majelis Taklim (termasuk pengajian tarikat Alawiyah), Panti Yatim dan Tahfiz Al-Qur’an. Disamping itu Majelis Taklim Nurul Muhibbin ini mempunyai beberapa cabang diberbagai daerah seperti di Ilung (Kecamatan Batang Alai Utara), di Negara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan), di Halong (Balangan) dan kedepan rencananya majelis Taklim ini akan dibangun di Paringin dengan lokasi yang sangat luas dan lengkap dengan rencana pemukimannya. Sosok K. H. Muhammad Bakhiet sangat kharismatik dan sangat dihormati oleh masyarakatnya di Hulu Sungai. Menurut beberapa orang yang dekat dengan beliau kelebihan yang dimiliki oleh beliau Menjauhi pemerintah.disamping ilmu dan amaliahnya, antara lain yaitu: Netral dalamContohnya beliau menolak dibawa Umrah oleh Pemerintah Daerah. persoalan politik dan tidak ikut-ikutan dalam persoalan ini. Umpamanya beliau menolak pemberian berupa uang dan harta karena kepentingan polotik (partai). Sangat memuliakan para habaib.Beliau tahan terhadap godaan dunia (wara’). Setiap tanggal 3-5 beliau membagi beras untuk para janda, habaib atau yang miskin. Begitu juga pada hari raya. Walaupun beliau bukan turunan habaib tetapi para habib mengakui beliau sebagai begian dari keluarga habaib (Mulhaq Habaib), karena kecintaannya yang luar biasa terhadap para habaib. Konon beliau tidak bisa dalam seharipun kalau tidak bertemu dengan habib, walaupun hanya melihat mukanya. 2. Karya-Karyanya Karya-karya K.H. Muhammad Bakhiet ada yang berupa tulisan yang umumnya diambil dari karya-karya Al Ghazali khususnya Ihya Ulumuddin, juga ada yang berupa buletin. Disamping itu berbagai kegiatan pengajian telah di dokumentasikan dan kaset-kasetnya beredar ditengah-tengah masyarakat. Dari kaset inilah pengajian beliau bisa diakses. Malah salah satu stasion telivisi swasta di Kota Banjarmasin telah menyiarkan secara berkala pengajian beliau tersebut. Karya beliau yang tertulis antara lain, yaitu : a. Kitab Ilmu dan Hikmah (Menuju Kesempurnaan Diri) Kitab ini diambil dari karya Al Alim al Ulamah al Arif bial Allah al Habib Abdullah Ibn Alwi al Haddad, yang ditulis dalam bahasa Melayu. Kitab ini dicetak dua jilid, jilid pertama berisi 110 halaman, dan jilid II, 88 halaman. Adapun isi kitab tersebut adalah tentang berbagai prinsip dasar untuk menuju kesempurnaan diri atau kepribadian yang paripurna. b. Kitâb al-Ikhlâs Kitab al ikhlas ini dikutip dari kitab Ihya Ulumuddin karangan Iman Abi Hamid Al Ghazali, kemudian dipindah bahasakan kedalam bahasa melayu. Tulisannya menggunakan huruf Arab Melayu dicetak dan diterbitkan oleh Majelis al Zikir wa al Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai Kalimantan Selatan. Adapun banyaknya halaman berjumlah 120 halaman. Kitab ini membahas hal-ihwal ikhlas sebagai sikap yang harus dimiliki oleh seseorang untuk memperoleh kedekatan dengan Allah. c. Kitab Raudhât al –Thâlibîn Kitab ini juga diambil dari karya Al Ghazali yang dialih bahasakan kedalam bahasa Melayu, dan dicetak dengan huruf Arab Melayu. Kitab ini terdiri dari dua jilid (dua bagian). Bagian pertama berisi 124 halaman, sedangkan bagian kedua berjilid 127 halaman. Kitab ini diterbitkan oleh Majelis Ta’lim Nurul uhibbin Barabai Kalimantan Selatan (tanpa tahun). Isi kitab ini berkenaan dengan masalah rukun agama, tauhid, tasawuf dan pembersihan diri. d. Kitab al-Tafakkur Kitab al Tafakkur ini diambil dari kitab Ihya Ulumuddin karangan al Imam Abi Hamid al Ghazali, kemudian dialih bahasakan kedalam bahasa melayu, dan menggunakan huruf arab melayu. Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh Majelis Zikir wa Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai Kalimantan Selatan. Jumlah halaman kitab ini sebanyak 119 halaman. Kitab ini berisi hal-ihwal tafakkur, seperti hakikat dan keutamaan tafakkur, serta cara-cara melakukannya. e. Kitab Al Taubah Kitab ini diambil dari karya Imam Hujjatul Islam Al Ghazali yang dialih bahasakan ke bahasa Melayu dan menggunakan huruf Arab Melayu. Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh Majelis Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai Kalimantan Selatan. Kitab ini dicetak dua jilid (dua bagian). Bagian pertama sebanyak 160 halaman, dan bagian kedua 147 halaman. Kitab ini membicarakan tentang seluk-beluk taubat seperti : pengertian, hakikat, keutamaan, dan cara melakukan taubat. f. Kitab al-Shalat Isi kitab ini diambil dari karya Al Ghazali yang dialih bahasakan kedalam bahasa Melayu dan menggunakan huruf Arab Melayu. Kitab ini diterbitkan oleh Majelis al Zikir wa al Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai tanpa tahun. Kitab ini ditulis sebanyak dua jilid. Jilid pertama terdiri dari tujuh bab dan 139 halaman, dan jilid kedua sebanyak 132 halaman. Kitab ini berisi tentang keutamaan, hukum, dan pembahasan tentang berbagai jenis dan aturan shalat. g. Kitab Jalan Keridhaan Ilahi Kitab ini isinya adalah alih bahasa dari Kitab Minhajal al Abidin karya Al Imam Abi Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al Ghazaly, dibahasakan kedalam bahasa Melayu dengan menggunakan huruf Arab Melayu. Buku ini ditulis sebanyak lima jilid (lima bagian) . Jilid pertama terdiri dari 114 halaman, jilid kedua 113 halaman, jilid ketiga 111 halaman, jilid keempat 117 halaman, dan jilid kelima 147 halaman. Kitab ini diterbitkan oleh Majelis Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai Kalimantan Selatan. Kitab ini berisi uraian tentang berbagai perkara yang dihadapi seseorang yang hendak berkhidmad (melayani) dan beribadah kepada Allah. h. Kitab Adâb Al Kasbi Kitab Adâb al Kasbi ini adalah saduran dari kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Abi Hamid al Ghazali yang tulis aslinya berbahasa arab, oleh Guru Bakhied di tulis kedalam bahasa melayu dengan menggunakan huruf Arab Melayu. Kitab ini diterbitkan oleh Majelis Ta’lim Nurul Muhibbin Barabai, yang banyaknya 131 halaman. Isi kitab mengenai aturan bermuamalah atau menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis sesuai dengan aturan ajaran Islam. BAB III PENUTUP A. Simpulan Dari berbagai uraian sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) K. H. Abdul Hamid Karim adalah seorang Ulama besar dizamannya di daerah Hulu Sungai Tengah. Sebagai alumni Mesir maka masa hidupnya lebih banyak dicurahkan di dunia pendidikan. Dia adalah tokoh pendiri berbagai lembaga pendidikandi daerahnya, seperti Madrasah Tsanawiyah Pantai Hambawang dan Madrasah Tsanawiyah Birayang. Dia juga pendiri organisasi Persatuan Perguruan Islam (PPI). Berbagai jabatan penting pernah juga diraihnya seperti Pimpinan Madrasah Muallimin, Kepala Kantor Pendidikan Agama Islam. Di samping itu beliau adalah tokoh perintis Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Barabai (menjabat wakil Dekan I). Terakhir beliau pernah menjadi Dekan Al Wasliyah (STIT Barabai). Selanjutnya ketika beliau tidak bisa aktif di lembaga pendidikan formal, ia masih berkiprah memberikan pengajian agama dirumahnya sendiri untuk masyarakat. Ada sejumlah karyanya antara lain: Risâlah Kasyful Janan al-Hilat wa al-Mâl al-Dauran, Risâlah fî al-Nikâhati al-Fâsidah, Kifâyat al-’Irfân fî Mabâdi’ al-’Ilm al-Qur’ân, al-Mazhâhib al-’Arba’ah. 2) K. H. Muhammad Zaini Ghani adalah sosok Ulama kharismatis dan tidak ada tanding di zamannya. Popularitasnya tidak hanya di kawasan Kalimantan malah ke mancanegara. Kebesaran beliau tidak kalah dengan datuknya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al- Banjary. Jamaahnya yang mengikuti pengajiannya berjumlah puluhan malah ratusan ribu orang. Dia dikenal oleh masyarakat karena keluasan ilmunya, akhlaknya, kedermawanannya, gaya bicaranya yang tenang dan berwibawa sehingga masyarakat merasa sejuk, tenang dan khusyu’ bersama beliau. Oleh karenanya sebagian besar masyarakat memandangnya sebagai wali Allah. Semasa hidupnya belaiu juga menulis beberapa karya monumental yang pada umumnya bercorak amaliyah (amalan-amalan), seperti Risâlah Mubârakah, manaqib al-Syaikh al-Sayyid Muhammad bin ’Abd al-Karîm al-Qâdirî al-Hasanî al- Sammân al Madanî, al-Risâlah al-Nurâniyyah fî Syarh al-Tawassulât al-Sammâniyah, Nubdzah min Manâqib al-Imâm al-Masyhûr bi al-Ustâdz al-A’zham Muhammad bin ’Ali Bâ ’alawî , dan al-Imdâd fî Aurâd Ahl al-Widâd. 3) K. H. Ahmad Bakhiet adalah seorang ulama kharismatis yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat di kawasan Hulu Sungai, khususnya dan di Kalimantan Selatan pada umumnya. Dalam setiap pengajiannya selalu dihadiri oleh puluhan ribu orang. Kiprahnya tidak hanya sebagai guru Tarikat ’Alawiyah, tetapi akrif juga di berbagai institusi yang di pimpinya seperti Pondok Pesantren, Majelis Ta’lim, dan Panti Asuhan. Di sela-sela kesibukannya, ia telah menghasilkan berbagai karya, baik berupa buku, bulletin, dan kaset sebagai media dakwah beliau. Karya tulisnya antara lain: Kitab al-Shalat, Kitab al-Ikhlash, Kitab al-Tafakkur, Kitab Ilmu dan Hikmah, Kitab Raudhât al-Thâlibîn, Kitab al-Taubat, Kitab Jalan Keridhaan Ilahi, Kitab ’Adab al-Kasbi, dan lain-lain. B. Rekomendasi Karena penelitian ini hanya bersifat deskriptif mengenai sejarah hidup dan karya-karya para ulama, yaitu K. H. Abdul Hamid Karim, K. H. Muhammad Zaini Ghani, dan K. H. Ahmad Bakhiet, maka sisi lainnya yang lebih fokus dan mendalam dengan berbagai pendekatan sangat penting dilakukan sebagai penelitian lanjutan. Dengan demikian diharapkan bisa memberikan informasi ilmiah yang lebih lengkap dan mendalam.  
  Habib Hamid bin Abbas Bahasyim 
 Al-Quthub Habib Hamid bin Abbas Bahasyim atau lebih dikenal dengan sebutan “Habib Basirih” adalah seorang ulama Banjar yang merupakan dzuriat Rasulullah SAW. Adapun Nasab Habib Basirih adalah sebagai berikut: Hamid bin Abbas bin Abdullah bin Husin bin Awad bin Umar bin Ahmad bin Syekh bin Ahmad bin Abdullah bin Aqil bin Alwi bin Muhammad bin Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad AlFaqih bin Abdurrahman bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath (keturunan generasi ke-16 dari Rasulullah Muhammad SAW).  

        Konon, antara Habib Basirih dengan salah satu wali songo, Sunan Ampel (Raden Rahmat), masih ada hubungan kekeluargaan. Sama-sama keturunan dari Waliyullah Muhammad Shahib Mirbath, keturunan generasi ke-16 dari Rasulullah Muhammad SAW.
       Kedua tokoh ulama besar di zamannya ini, bertemu pada Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Sunan Ampel jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdul Malik sedang Habib Basirih jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdurrahman. Lalu, jika Sunan Ampel adalah keturunan ke 23 dari Rasulullah Muhammad SAW, maka Habib Basirih merupakan keturunan ke-36.
       Leluhur Bahasyim di Banjar adalah Habib Awad bin Umar. Habib Awad bin Umar adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Muhammad SAW. Tak ada keterangan jelas perihal asal usul dan di mana Habib Awad tinggal selama hidupnya. Apakah beliau kelahiran Hadramaut (Yaman) atau ada pendahulunya yang berdiam di salah satu daerah di negeri ini dan kemudian hijrah ke nusantara.
      Satu versi menyebut Habib Awad masuk ke Banjar lewat Sampit, Kalteng. Keterangan anggota keluarga Bahasyim lainnya menyebut bahwa Habib Awad bermakam di Bima, Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu antara Bahasyim di Banjar dengan Bahasyim di Bima ada pertalian persaudaraan. Satu versi lain menyebutkan bahwa salah satu cucu Habib Awad bin Umar ada yang hijrah ke Bima dan kemudian menurunkan keluarga besar Bahasyim di Bima. Tapi sebagian besar anggota keluarga Bahasyim berpandangan bahwa Habib Awad adalah Bahasyim tertua (paling awal) yang datang ke Tanah Banjar.
      Nama Basirih bersinar tak lepas dari sosok Habib Hamid Basirih. Beliau pernah berkhalwat (mengurung diri dan melakukansejumlah amalan) sekian tahun di dalam sebuah rumah (gubuk)kecil tak jauh dari makamnya sekarang. Menurut MuhammadHusin bin H.Kasan (alm.) yang pernah mengunjungi bahwa, Habib Basirih hanya makan sekepal nasi dan segelas kopi di dalam sebuah Kelambu Kuning. Pada zaman Jepang, Habib Hamid Basirih keluar dari khalwatnya.
      Sejumlah kelakuan aneh beliau, belakangan dipahami sebagai karomah kewalian beliau, yakni menyelamatkan orang lain. Suatu kali, misalnya, dengan menggunakan gayung, Habib Hamid memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Orang-orang menilai pekerjaan itu sebagai perbuatan tak bermakna. Padahal, itu adalah cara Habib Hamid Basirih menyelamatkan kapal penumpang yang nyaris karam di lautan luas. Sebab di belakang hari ada orang datang ke rumah beliau dan mengucapkan terima kasih atas pertolongan Habib Basirih waktu kapal mereka hampir karam di tengah laut.
     Karomah Habib Hamid Basirih lainnya adalah beliau pernah duduk di atas tanggui (penutup kepala berbentuk bundar terbuat dari daun nipah) menyeberangi Sungai Basirih menengok keponakannya Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim (Habib Batilantang).
     Beberapa wanita tua di Basirih mengungkapkan pernah diajak orangtuanya berziarah ke Habib Basirih ketika beliau hidup untuk minta ‘berkah’. Beberapa orang tua meminta air kepada Habib Basirih dengan hajat agar anak-anak mereka pandai mengaji. Setelah diberi ‘air tawar’ anak-anak kecil mereka pun lancar membaca Kitab Suci AlQur’an.
     Habib Hamid Basirih banyak mengungkapkan sesuatu dengan bahasa perlambang (isyarat). Hanya segelintir orang yang paham dengan perkataannya.
Muhammad Husin bin H.Kasan (alm.) pada tahun 1965 pernah ke tempat Habib Basirih, ketika itu melihat Habib Basirih sedang membaca koran namun dengan cara tidak lazim, yakni korannya dibaca terbalik. Saat itu Habib Basirih bergumam bahwa raja akan digulingkan. Ternyata memang benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno akhirnya lengser dari jabatannya sebagai seorang Presiden, setelah peristiwa G/30/S PKI.
Begitu pula, Aluh Fatimah binti H.Kasan (alm.) dari Sungai Jingah, pernah bertanya kepada Habib Basirih, Apakah pergi ke Balikpapan atau menetap di Banjarmasin saja?. Habib Basirih minta pensil dan kertas lalu menggambar sebuah Kapal sedang melabuh jangkar. Kemudian hal itu dimaknai bahwa Aluh Fatimah sebaiknya menetap di Banjarmasin saja. Dan Alhamdulillah setelah menetap di Banjarmasin, beliau dapat berhaji ke Mekkah.
Demikian pula, “Waktu kecil saya pernah diberi gulungan benang layang-layang,” ujar Habib Abdul Kadir bin Ghasim bin Thaha Bahasyim, 86 tahun. Gulungan benang layang-layang itu kemudian dipahami oleh Habib Abdul Kadir sebagai perjalanan hidupnya yang sepanjang tali benang layang-layang. HabibAbdul Kadir bekerja di kapal dagang dan berlayar mengarungi berbagai penjuru wilayah pedalaman Kalimantan.
     Pada masa penjajahan Jepang, suatu hari datang seorang Jepang menemui Habib Basirih. Si Jepang kemudian berjanji setelah urusannya di Makasar selesai akan kembali membawa Habib Basirih ke rumah sakit jiwa. “Pesawat orang Jepang itu jatuh dalam perjalanan ke Makassar,” ujar Syarifah Khadijah binti Habib Hasan Bahasyim, 70 tahun, cucu Habib Basirih.
     “Selesai berkhalwat di sebuah rumah kecil, Habib Basirih naik ke rumah ini,” ujar Syarifah Khadijah. Kenang-kenangan fisik yang tersisa dari Habib Basirih yang bisa disaksikan adalah foto beliau bersama anak cucunya pada tahun 1949, beberapa waktu sebelum beliau berpulang ke rahmatullah.
“Waktu ditawari difoto Habib Basirih cuma tersenyum, menolak tidak, mengiyakan tidak. Tukang fotonya namanya Beng Kiang,” tutur Syarifah Khadijah.


     
     "Basirih adalah Bahasyim dan Bahasyim adalah Basirih". Sebagai salah satu keluarga habaib yang ada di Tanah Banjar Kalimantan Selatan, Bahasyim memang memancar dari Basirih. Sebutlah nama Kubah Habib Basirih dan semua orang dengan ringan tangan akan menunjukkan arahnya. Kubah Habib Basirih (Habib Hamid bin Abbas Bahasyim) termasyhur sampai ke mancanegara. Tak sedikit pelancong dari Negara Timur Tengah pernah datang berziarah mengunjungi makam keramat tokoh habib yang riwayat hidupnya bak legenda ini.
     Sebelum mencapai Kubah Habib Basirih, beberapa ratus meter sebelumnya terdapat pula makam ibu beliau, yakni Syarifah Ra’anah. Makam Habib Basirih dan ibundanya ini sering diziarahi menjelang bulan Dzulhijjah oleh calon hujaj yang akan berangkat ke tanah Suci menunaikan ibadah Haji.
 (“Sholawatullah dan Salamullah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta ahli Bait dan seluruh dzuriatnya hingga akhir zaman”).